Jumat, 14 Maret 2014

sejarah perumusan pancasila


SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA
SEBAGAI DASAR NEGARA
Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan Pendidikan Pancasila
Pengampu : IGB Wirya Agung S.Psi, MBA
20100202185338!Logo-unud.png











NAMA KELOMPOK :
Ervina Apriliani (1311105012)
Fitri Maria Clarensia Sitanggang (1311105013)
Evangelita CT Nababan (1311105014)
Putri Anggun Lestari (1311105015)
Ni luh Cintya Febriani (1311105016)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME. Karena Atas rahmat- Nya yang diberikan kepada kami, hingga kami dapat menyelesaikan sebuah  makalah yang mudah-mudahan bermanfaat bagi para pembaca dengan judul “Sejarah Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari pengajar mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dan pancasila.
Kami sebagai penulis dari makalah ini mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewargaegaraan Bapak IGB Wirya Agung, S.Psi, MBA dan pihak-pihak yang membantu kami dalam Pencariaan & Pemberian ide tentang proses terbuat hingga terbentuknya Makalah ini. Dan kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di dalam kelas dan proses pembelajaraan di tahun pembelajaran berikutnya.
Dan karena tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. Maka dari itulah kami mengharapkan kritik dan saran yang di berikan kepada kami demi perbaikan makalah di waktu yang datang.


Bukit Jimbaran, 17 Oktober 2013

                                                                                                                   Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah lahirnya pancasila?
2.      Siapa saja tokoh yang terlibat dalam perumusan pancasila?
3.   Bagaimana perumusan pancasila?

1.3  Tujuan
1. Mengetahui sejarah lahirnya.
2. Mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat dalam perumusan pancasila.
3. Mengetahui perumusan pancasila

1.4   Batasan Masalah
1.      Sejarah lahirnya pancasila.
2.      Tokoh-tokoh yang terlibat dalam perumusan pancasila.
3.      perumusan pancasila
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lahirnya Pancasila
                       Awal kelahiran Pancasila sebagai dasar negara dimulai pada saat terakhir pendudukan Fasisme Jepang di Indonesia sekitar tahun 1942. Disaat tentara jepang di Asia tenggara sudah mulai terdesak oleh tentara sekutu. Tahun 1943 kekuatan tentara jepang sudah mulai rapuh, sehingga dibeberapa medan pertempuran pihak sekutu dapat memukul mundur tentara jepang dengan sangat mudahnya. Dalam kondisi yang sangat terdesak seperti ini menimbulkan jepang berubah sikap politiknya terhadap negeri-negeri yang didudukinya, termasuk terhadap bangsa Indonesia.
Jepang melancarkan politik merangkul bangsa Asia, dengan memberikan kemerdekaan kepad bangsa Birma, dan philipina dengan maksud agar kedua negeri tersebut bersedi mendukung jepang dalam menghadapi tentara sekutu. Dalam kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh bangsa indonesia untuk mendesak pemerintah jepang juga memberikan kemerdekaan kepada indonesia. Dan desakakn seperti ini ditanggapi secara serius oleh pemerintah jepang Untuk mewujudkan kesediaanya itu, pada tanggal 7 september 1944 Perdana Menteri Koyso memberikan janji akan menghadiahkan kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari. Dan untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan janji tersebut, pemerintahan pendudukan jepang di jawa membentuk sebuah badan yang diberi nama “DOKURITSU ZYUNBI TYOSHAKAI” atau Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekan Indonesia (BPUPKI), yang beranggotkan 60 orang ditambah dengan 3 orang ketua yang salah satunya ada tokoh yang mewakili jepang yang bernama Iti Bangase. Dan ketua muda dijabat oleh Radjiman Wedyodiningrat dan Raden pandji Soeroso.
                     Pada tanggl 18 Mei 1945, bertepatan dengan hari kelahiran tenno haika seorang kaisar jepang BPUPKI dilantik oleh Letnan Jendral Kumakici Harada seorang tentara keenam belas jepang. Dalam waktu yang relatif singkat sekitar 2 bulan sejak tanggal 18 mei smpi 17 juli 1945 dengan dua kali masa sidang telah dapat menyelesaiakan tugas berat. Yaitu berkenan dengan Dasr Negara dan Bentuk Negara.
Dalam setiap sidang bukannya berjalan dengan mulus-mulus saja tapi mereka juga mengalami rintangan-rintangan dalam diskusinya (dapt dibaca dalam buku Risalah sidang) namun dapat diselesaikan karena mereka berpegang teguh pada prinsip demi persatuan dan kesatuan dengan jiwa yang amat besar demi kepentingan bangsa dan negara.
Perdebatan terjadi antar dua golongan besar yaitu bung karno ,menyebutnya dengan golongan Kebangsaan dan golongan islam. Sebuatan seperti ini rasanya kurang enak maka akan lebih pas jika disebut saja golongan Nasionalis sekuler dan golongan Nasionalis muslim. Dan harus diakui bahwa sebetulnya semangat nasionalisme ini pertam kali justru muncul dari kalangan muslim (santri). Dikalangan mereka sudah timbul rasa patriotisme sejak lama yaitu sejak abad ke XVI (16) sejak kedatangan penjajah.
Ketika itu mereka menganggap bahwa negari eropa datang ke Indonesia selain untuk mengambil rempah-rempah juga akan menyebarkan agama nasrani kepada penduduk setempat. Dan kelompok santri tentunya sangat terusik.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa kedatangan bangsa eropa yaitu sepanyol,portugis, inggris, dan belanda kenegeri jajhannya tentu tidak lepas dari tiga motif yaitu: pertama motif ekonomi dan bentuk eksploitasi kekayaan alm bangsa terjajah, kedua motif politik dalam rangk melanggengkan kekuasaan dengan politik pecah belah atau sering disebut politik Devide et impera atau politik belah bambu.dan ketiga motif agama. Sehingga targetnya pun cukup jelas akan memerangi islam dan mengeruk kekayaan, sehingga bagi kalangan santri hal ini dianggap sangat berbahaya.
Kedua sistem pendidikan diatas maka mempengaruhi pola pikir kedua golongan tersebut.sehingga sering terjadi perbedaan sampai pada saat perumusan dasara negara. Yang termanifestasikan dalam sidang-sidang BPUPKI.terutama dalam pembahasan dasar negara. Kalangan islam mengusulkan bahwa negara indonesia yang merdekaharus diletakkan pada diatas lendasan islam dengan disertai alasan bahwa mayoritas masyarakat indonesia beragama islam. Diantara yang mengusulkan hal ini adalah seorang tokoh Muhammadiyah yaitu Kibagus hadikusumo (ketua umum Muhammadiyah) dalam  salah satu pidatonya kibagus dengan penuh keyakinan mengusulkan bahwa Islam harus dijadikan dasar negara RI.
 Dilain pihak golongan nasionalis, menyatakan bahwa negara indonesia harus diletakkan diatas dasar kebangsaan, yang oleh supomo dapat dikatakan dapat mengatasi segala golongan dan segala orang seorang mempersatukan diri dengan lapisan rakyat seluruhnya. Dan merka berpendapat  bahwa  antara urusan agama dan urusan negara harus dipisahkan secara tegas sebagaimana seperti yang diusulkan oleh bung hatta.
Menanggapi usulan dari golongan nasionalis tersebut, ki Bgus Hadikusuma menangkisnya dengan telak dengan mengutif salah satu kata-kata salah seorang anggota anggota BPUPKI yang secara terang-terangan memperlihatkan ketidak setujuan terhadap usulan negara yang berdasarkan asas islam. Bahwa dulu ada yang mengatakan agama itu suci dan luhur dan tinggi sehingga agar tetap suci janganlah agama dicampurnya dengan urusan negara.
Usulan dasar negara baik yang berasal adari golongan nasionalis dan golongan islam ini berlangsung dengan perdebatan panjang sampai tanggal 1 Juni 1945. Namun sayangnya sejarah mengenai hal ini sekarang sudah mulai hilang dari peredaran sehingga sulit untuk melacaknya.
Pada tanggal 1 juni 1945 tersebut bung karno  menyampaikan pidato yang cukup panjang sekitar 21 halaman dihadapan sidang badan penyelidik. Dalam pidato yang kerap ditimpali dengan tepuk tangan tersebut untuk pertama kalinya ia memperkenalkan apa yang disebut “Pancasila” sekaligus beliau menyatakan bahwa pancasila ini dapat dijadikan asas kefilsafatan.

2.2  Tokoh-tokoh Nasional Yang Mengusulkan Dasar Negara Indonesia

BPUPKI mengadakan sidang pertama tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang ini membicarakan dasar negara Indonesia. Tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara diantaranya Mr. Muh Yamin, Prof. Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno.
a. Mr. Muh Yamin
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 mengusulkan 2 rumusan dasar negara.
1. Secara lisan
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
2. Secara tertulis
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat.
b. Prof. Dr. Soepomo
Pada sidang tanggal 31 Mei 1945, mengajukan lima rancangan dasar negara yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Musyawarah
5. Keadilan Sosial
c. Ir. Soekarno
Dalam pidatonya tanggal 1 juni mengusulkan rumusan dasar negara, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir. Soekarno mengusulkan nama Pancasila sebagai dasar negara menurut Ir. Soekarno nama Pancasila diperoleh dari kawan beliau yang merupakan seorang ahli bahasa.

2.3   Perumusan Pancasila
Dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 29 April 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Periapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai. Badan ini diketuai oleh bekas ketua Budi Utomo, yaitu dr. Radjiman Widyodiningrat. Ia didampingi oleh dua wakil ketua, masing-masing seorang berkebangsaan Indonesia dan seorang berkebangsaan Jepang.
Badan ini bertujuan untuk mempelajari dan mempersiapkan hal-hal penting mengenai tata pemerintahan Indonesia Merdeka.

1)      Sidang Pertama BPUPKI
BPUPKI mengadakan sidang pertama tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang ini membicarakan dasar negara Indonesia. Tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara diantaranya Mr. Muh Yamin, Prof. Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno.
2)      Piagam jakarta
Sesudah sidang pertama BPUPKI, berlangsung pertemuan di luar sidang. Pertemuan itu dilakukan oleh para anggota BPUPKI yang tinggal di Jakarta. Pada tanggal 22 Juni 1945. Pertemuan ini dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan antara golongan nasionalis dan Islam. Dalam pertemuan itu, diupayakan kompromi antara kedua belah pihak mengenai rumusan dasar negara bagi negara Indonesia.
Pada kesempatan itu sebuah panitia, yang kemudian dikenal dengan Panitia Sembilan, dibentuk untuk merumuskan kesepakatan antara kedua belah pihak. Panitia itu beranggotakan sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh BPUPKI, yaitu Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, Subardja, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakar, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, dan K.H. Agus Salim.
Setelah mengadakan pembahasan, panitia ini berhasil menetapkan Rancangan Pembukaan UUD yang kemudian di kenal dengan nama Piagam Jakarta. Pancasila dalam Piagam Jakarta dirumuskan demikian:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at-syari’at Islam bagi pemeluk-pemelukNya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3 Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Sidang Kedua BPUPKI
Ketika BPUPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai 17 Juli 1945, Soekarno selaku ketua Panitia Sembilan melaporkan usul Pembukaan UUD di sidang BPUPKI.
Ketua BPUPKI kemudian membentuk Panitia Perancang UUD, diketuai oleh Soekarno. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia membicarakan rancangan Pembukaan UUD. Lalu ketua membentuk Panitia Kecil beranggotakan 7 orang diketuai oleh Soepomo untuk membentuk rancangan UUD. Hasil kerja Panitia Kecil dibicarakan pada tanggal 13 Juli 1945 dan diterima oleh Panitia Perancang UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 diadakan sidang pleno BPUPKI membicarakan rancangan Pembukaan UUD dan menerimanya dengan sedikit perubahan.
Pada tanggal 15 Juli 1945, dibicarakan rancangan UUD. Setelah Soekarno dan Soepomo memberikan penjelasan umum dan pasal demi pasal, masing-masing anggota memberikan tanggapan.
Mengenai agama, timbul perdebatan sengit. Akan tetapi, pada tanggal 16 Juli 1945 UUD diterima dengan bulat. Dengan demikian tugas BPUPKI selesai dan badan tersebut dibubarkan.
B. Perumusan Pancasila dalam Peridangan PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), terdiri atas 21 orang. Tugas PPKI adalah melaksanakan kemerdekaan Indonesia dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk membentuk suatu negara. Soekarno ditunjuk sebagai Ketua dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Ketua.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan mengambil beberapa keputusan penting, yaitu:
1. Mengesahkan Pembukaan UUD
2. Mengesahkan UUD
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
4. Menetapkan bahwa untuk sementara waktu Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional
Diantara kesepakatan mengenai perubahan-perubahan yang dilakukan, terdapat satu perubahan penting, yaitu mengenai rumusan sila pertama Piagam Jakarta. Anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at-syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya” disepakati untuk dihilangkan. Karena itu sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dihilangkannya anak kalimat tersebut disetujui oleh semua anggota PPKI. Itu dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa di dalam suatu pernyataan pokok mengenai seluruh bangsa sebaiknya tidak ditempatkan suatu hal yang hanya mengenai sebagian rakyat Indonesia, sekalipun bagian yang terbesar. Pencoretan anak kalimat tersebut adalah untuk menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia.















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.

3.2  Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.















Daftar Pustaka




















Lampiran
Artikel 1

Menyoal Relevansi Pancasila dalam Kekinian

OPINI | 24 June 2011 | 09:58 Dibaca: 687    Komentar: 0    0
”Maka demikian pula jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschaung kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di atasnya? Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ?“
Paragraph diatas merupakan penggalan pidato yang disampaikan oleh Bung Karno pada sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945. Dari sidang BPUPKI ini kemudian dibentuk suatu panitia kecil yang bertugas untuk merumuskan suatu dasar Negara yang dinamakan Pancasila dan menjadikan dokumen tersebut (rumusan Pancasila-red) sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.
Ketika itu sempat terjadi pertentangan diantara para peserta sidang mengenai penamaan dasar negara ini. Sempat tercetus bahwa dasar Negara Indonesia dinamakan Panca Dharma. Namun nama tersebut ditolak oleh Bung Karno. Argumentasi Bung Karno kala itu adalah menyangkut kata dharma. Dharma berarti kewajiban, sedangkan yang dibahas adalah dasar negara. Sehingga disepakatilah nama Pancasila yang berarti 5 dasar.
Pada sidang BPUPKI 1 juni 1945, rumusan sila dalam Pancasila belum seperti Pancasila seperti yang kita ketahui sekarang. Kelima sila itu secara berutan adalah sebagai berikut: a) Kebangsaan Indonesia; (b) Internasionalisme atau peri-kemanusiaan; (c) Mufakat atau domokrasi; (d) Kesejahteraan sosial; (e) KeTuhanan. Baru kemudian pada tanggal 22 juni 1945, butir-butir Pancasila ditetapkan seperti yang kita kenal sekarang. Rumusan Pancasila tersebut dicantumkan secara eksplisit dalam piagam yang disebut sebagai piagam Jakarta yang sekaligus menjadi cikal bakal pembukaan UUD 1945
Terlepas dari sejarah perumusan Pancasila diatas, bolehlah sedikit kita menelaah relevansi dan implementasi dari Pancasila itu sendiri. Seperti yang kita tahu, Pancasila pada perjalanannya seolah megalami pengaburan makna. Sebagai grondwet, Pancasila seolah diabaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila seolah tak pernah ada. Padahal para pendiri bangsa Indonesia tentunya ingin Negara kita mempunyai arah yang jelas.
Ironis, ketika kita menyoal Pancasila ditengah semarak peringatan hari lahir Pancasila I Juni kemarin. Bahkan para wakil rakyat kita yang terhormat pun masih ada yang tidak hafal Pancasila. Secara akal sehat, bagaimana mungkin para wakil rakyat bisa menjalankan tugasnya di pemerintahan dengan baik jika landasan dari arah kebijakan Negara saja mereka tak hafal? Bagaimana mungkin tujuan Negara bias tercapai jika dasar negaranya saja mereka tidak tahu? Dan dari ketidaktahuan tersebut mungkinkah akan tercipta sebuah pemahaman yang baik akan tujuan didirikannya bangsa ini?
B.J Habibie dalam pidatonya berkenaan dengan perayaan hari lahir Pancasila, menyatakan bahwa selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.
Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik
Selama ini Pancasila hanya dipidatokan. Pancasila hanya digunakan sebagai indoktrinasi tanpa diamini oleh sikap kita sehari-hari. Banyak sekali tingkah laku kita yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan.
Indonesia dan Pancasila adalah harga mati. Dalam kondisi seperti apapun, ideologi negara Indonesia adalah Pancasila. Jika kemudian ada seseorang yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya, maka itu berarti ia mengubah Indonesia menjadi negara lain. Pancasila akan selalu relevan dengan kehidupan bangsa Indonesia. Karena bukan Pancasila yang seharusnya mengikuti kehidupan bangsa Indonesia, tetapi bangsa Indonesialah yang harus mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.










Artikel 2

Menuju Konsolidasi Persatuan Indonesia: Pancasila Sebagai Akar Jati Diri Bangsa

OPINI | 29 June 2012 | 21:06 Dibaca: 1965    Komentar: 0    0
Bogor, 15 Djuli 1963.
PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BANGSA INDONESiA,
S U K A R NO
Pancasila pada awal dirumuskannya merupakan hasil dari konsensus bersama para pendiri bangsa Indonesia, yang merupakan bagian dari begitu banyak bangsa-bangsa bekas jajahan kolonial. Pancasila dijadikan sebuah ideology perekat bagi pembentukan negara-bangsa yang kemudian kita kenal dengan Indonesia (tidak ada Indonesia tanpa Pancasila). Tujuan Pancasila pada saat itu adalah sebagai ide pemersatu dari beragam entitas yang ada. Nilai-yang terkandung didalam Pancasila, dengan unsur 5 sila yang ada tersebut adalah nilai-nilai dan cita-cita yang tidak dipaksakan dari luar, melainkan saripati digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia. Kegagalan orde lama (masa demokrasi terpimpin) dalam merefleksikan pancasila adalah pada arena pergulatan ideology dunia saat itu (sosialis/liberal), orde lama lebih cenderung menjadikan pancasila cenderung kearah sosialis (mengapa NASAKOM jika Pancasila sudah ada?) padahal sebenarnya Pancasila adalah ideology yang berada diatas ideology-odeologi tersebut. Hal ini kemudian mengakibatkan Pancasila kehilangan tujuan utama sebagai pemersatu dan sebagai nilai dasar bangsa.
Pada masa Orde Baru, Pancasila diberikan tafsiran yang sangat simplistic dan hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan serta justifikasi politik penguasa dan pembangunan ekonomi yang bercirikan kronisme dan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Pancasila sebenarnya merupakan ideology yang menekankan pembangunan Human base centre yang meliputi factor social, budaya, politik yang bersifat holistic dan komprehensif dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan proses indoktrinasi yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru melalui pelaksanaan P4 (Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila) yang digunakan hanya sebagai control terhadap masyarakat untuk mengamankan kekuasaan, berlanjut dengan pelaksanaan asas tunggal pada era 80-an bagi seluruh organisasi politik. Hal ini sangat jauh bertentangan dengan sifat Pancasila sebagai Ideologi yang terbuka yang bersifat dinamis (tanpa kehilangan nilai-nilainya) dan menghargai serta melindungi kemajemukan (Bhineka Tunggal Ika).
Pada era reformasi, pancasila kehilangan ruh nya dan kehilangan nilai-nilai esensial yang ada didalam pancasila tersebut. hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu pada saat Orde Baru, dimana Pancasila dijadikan alat kekuasaan oleh rezim yang berkuasa untuk mengontrol masyrakat dan seluruh aktifitas organisasi politik yang ada. Seperti yang telah saya sampaikan diatas, bahwa pemahaman yang begitu simplistic terhadap pancasila, dan menjadikan pancsila sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan telah menggeser jauh arti dari nilai-nilai pancsila yang terkandung didalam 5 sila tersebut. Memang harus kita akui bahwa secara psikologis ada traumatis masyarakat yang diwariskan oleh rezim orde baru dan kontstelasi politik nasional dengan munculnya proses reformasi serta liberalisasi politik yang telah mengakibatkan Pancasila semakin tersudut.
Proses perumusan Pancasila yang ditempuh baik melalui sidang I BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sidang II BPUPKI pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945 maupun Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 yang menghasilkan Piagam Jakarta, merupakan sebuah proses yang panjang dalam usaha meletakkan dasar dan Ideologi Indonesia. Hasil keputusan Piagam Jakarta merupakan peristiwa sejarah yang mengilhami berlakunya sila pertama dari Pancasila saat ini. Perubahan sila I dari ”Ketuhanan dengan menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagaimana telah disahkan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara adalah bukti bahwa ada usaha dari para pendiri bangsa untuk mendirikan suatu negara yang bukan berdasarkan atas agama (Islam) melainkan sebuah negara yang didiami oleh orang-orang yang beragama.
Atas dasar tersebut maka seharusnya tidak pantas jika ada usaha-usaha untuk mereduksi nilai-nilai pancasila tersebut dengan ideology yang bersifat sectarian maupun tindakan-tindakan radikalisme seperti yang muncul dewasa ini, namun tentu saja kita harus melihat secara obyektif, bahwa hal ini adalah salah satu tantangan Pancasila yang nyata di hadapan kita. Harus ada pemahaman secara komprehensif bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yakni nilai keTuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan adalah cerminan dari karakter dan identitas bangsa Indonesia yang santun, berbudi luhur dan memiliki semangat kebersamaan dan patriotisme yang tinggi. Pemahaman yang kurang terhadap pancasila sebagai karakter dan jati diri bangsa inilah yang kemudian menjadi sumber keterpurukan baik secara social, ekonomi, budaya dan politik yang ada di Indonesia saat ini. Korupsi, pelanggaran hukum dan HAM, penyalahgunaan NARKOBA, konflik horizontal masyarakat, dan bahkan tindakan separatism yang berujung pada usaha-usaha disintegrasi bangsa (seperti misalnya kasus Aceh, Papua, dll) adalah beberapa dari begitu banyak masalah kita saat ini.
Sebagai sebuah negara dan merupakan salah satu masyarakat dunia, Indonesia tidak lepas dari pengaruh munculnya globalisasi dan perkembangan teknologi serta informasi. Saat ini didalam proses globalisasi tidak hanya pergerakan barang dan jasa yang semakin meng-global, akan tetapi juga terjadi pergerakan ideology yang melampaui sekat-sekat negara dan langsung bisa masuk serta mempengaruhi masyarakat melalui interaksi fisik maupun melalui media informasi dan komunikasi. Dengan fenomena ini, Pancasila menghadapi tantangan yang begitu besar, yang tidak hanya datang dari dalam (internal), akan tetapi tantangan yang begitu besar dari luar (eksternal). Globalisasi modern merupakan hal yang berkaitan dengan dinamika modernitas dan konsep yang merujuk pada dunia yang semakin mengecil (Shrinking The World) dan meningkatnya kesadaran manusia mengenai masalah-masalah dunia secara keseluruhan. Konsep ini melibatkan masalah perkembangan teknologi komunikasi, kemudahan transportasi hinga keleluasaan pergerakan barang, jasa, manusia beserta gagasan-gagasannya ke berbagai penjuru dunia dan dalam jaringan-jaringan internasional. Dalam konteks ini, penumbuhan loyalitas terhadap bangsa dan usaha untuk mengikat masyarakat dalam suatu kerangka nasional demi untuk mewujudkan nasionalisme masyarakat dengan tujuan menghindari perpecahan dan disintegrasi nasional menjadi menjadi semakin sulit untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan ideology negara, yakni pancasila semakin kehilangan perannya dan semakin jauh dari masyarkat Indoensia yang semakin mengglobal baik dalam hal informasi, teknologi, gagasan-gagasan dan juga bahkan secara ideology. Pancasila semakin kehilangan esensinya sebagai akar jati diri bangsa yang kesemuanya itu muncul dari dalam, berupa masyrakat yang semakin jauh dengan nilai-nilai pancasila dan muncul dari luar melalui proses globalisasi dunia.
MENUJU KONSOLIDASI BANGSA DENGAN INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA
Dalam menjawab tantangan yang begitu besar terhadap bangsa Indonesia terkait dengan bagaimana persatuan dan kesatuan, nasionalisme kebangsaan serta loyalitas terhadap bangsa dan negara dapat diwujudkan, adalah dengan kembali kepada nilai-nilai pancasila melalui proses internalisasi yang komprehensif dan menghindarkan bentuk-bentuk formalitas yang hanya akan berujung pada proses indoktrinasi yang negatif dan tidak efektif di masa saat ini. Pendidikan merupakan jawaban yang paling rasional saat ini didalam menumbuhkembangkan nilai-nilai pancasila. Konsep pendidikan yang bertujuan pada proses internalisasi nilai-nilai pancasila bukanlah yang berbentuk formalitas belaka seperti upacara bendera dengan pengucapan pancasila ataupun sekedar menempatkan mata pelajaran atau mata kuliah Pancasila. Nilai-nilai pancasila itu harus di masukkan didalam dunia pendidikan kita dalam rangka pembangunan karakter bangsa (nation character building), dan kesemua itu harus diselaraskan antara sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat melalui peran aktif pemerintah dalam bentuk regulasi serta penguatan civil society yang memiliki agenda serta tujuan yang sama dalam rangka proses internalisasi pancasila tersebut di dalam masyrakat.
Penguatan Civil Society yang berdasarkan dan memiliki nilai-nilai Pancasila dewasa ini menjadi sangat penting, karena dapat kita lihat bagaimana pengaruh yang mereka sangat signifikan didalam masyarakat. Saat ini, dengan proses globalisasi dan kemajuan informasi dan teknologi, dimana peran serta asing didalam mempengaruhi karakter suatu bangsa dengan nilai-nilai dan gagasan-gagasan mereka semakin gencar. Hubungan yang terjadi dengan dunia luar saat ini sudah tidak lagi melulu melalui Negara, akan tetapi dapat langsung ke masyarakat dengan perantara civil society. Saat ini dapat kita lihat berapa banyak civil society yang hanya memperjuangkan nilai-nilai liberalism, kapitalisme, demokrasi dan mungkin beberapa yang mengarah pada sosialisme ataupun ideology-ideologi lain. Hal ini tentu saja mempengaruhi dengan sangat signifikan masyrakat kita. Jadi, seharusnya nilai-nilai Pancasila yang menjadi focus utama dari civil society kita saat ini bersama dengan pemerintah dalam rangka internalisasi nilai-nilai Pancasila tersebut

















Artikel 3

Menafsir Pancasila (Sejarah Pancasila 1 Juni 1945)

OPINI | 03 June 2013 | 13:15http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gif Dibaca: 751   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gif Komentar: 0   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif 0
Menafsir Pancasila
Besok, 1 Juni 2013, tepat sudah 68 tahun peristiwa Hari Lahirnya Pancasila. Pada saat itu, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Bung Karno berpidato tanpa teks (voor de vuist) yang lamanya kira-kira satu jam untuk menjawab pertanyaan ketua sidang Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat tentang apa dasar Indonesia Merdeka. Pidato Bung Karno itulah yang kemudian diterima secara aklamasi oleh BPUPKI sebagai dasar penyusunan falsafah negara Indonesia merdeka.
Menyitir Pidato Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri dalam acara Peringatan Pidato Lahirnya Pancasila tahun 2011 dikatakan, “Penerimaan atas pidato 1 Juni 1945 oleh keseluruhan anggota BPUPKI sangat mudah dimengerti. Hal ini bukan saja karena intisari dari substansi yang dirumuskan Bung Karno memiliki akar yang kuat dalam sejarah panjang Indonesia, tapi nilai-nilai yang melekat di dalamnya melewati sekat-sekat subyektivitas dari sebuah peradaban dan waktu. Oleh karenanya, Pancasila dengan spirit kelahirannya pada 1 Juni 1945 bukan hanya sekadar konsep ideologis, tetapi sekaligus menjadi konsep etis”. Oleh karenanya, menjadi suatu hal yang positif ketika MPR-RI memperingati Hari Lahirnya Pancasila sebagai pesan ideologis bahwa kita anak bangsa, bukan hanya jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, tetapi turut meluruskan sejarah Pancasila.
Sejak negara Indonesia didirikan tahun 1945 telah ditetapkan bahwa dasar dan ideologi negara kita adalah Pancasila. Posisi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara juga ditegaskan saat UUD 1945 diamandemen empat kali. Meskipun tetap diposisikan sebagai dasar dan ideologi negara namun saat ini bangsa ini mengalami era defisit implementasi Pancasila. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya produk undang-undang yang mencantumkan Pancasila didalamnya tetapi tidak jelas implementasinya.
Contohnya Pasal 2 UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana disebutkan “Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara”. Ketua MK 2008-2013, Mahfud MD pernah mengatakan selama berdirinya MK yakni sejak tahun 2003, ada 460 UU yang di-Judicial Review, MK mengabulkan 138.
Lihat pula komitmen para kepala daerah dalam Pasal 27 huruf (a) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi “Kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban memegang teguh dan mengamalkan Pancasila…”. Faktanya, banyak kepala daerah yang menafsir Pancasila sebagai tirani mayoritas terhadap minoritas. Contohnya, kasus-kasus pelanggaran hak-hak beribadah kaum minoritas. Begitu juga halnya dengan lembaga negara. Semisal Pasal 77 UU No 39 tentang HAM yang berbunyi “Komnas HAM berasaskan Pancasila”. Faktanya, para Komisioner Komnas HAM mungkin menafsir sila Keadilan Sosial sebagai rebutan jabatan dan fasilitas.
Di samping persoalan di atas, terdapat pula asumsi pemahaman yang berbeda-beda bahkan menggariskan semacam dikotomi atas tafsir otentik Pancasila. Pancasila 1 Juni masih dianggap sebagai Pancasila-nya Kaum Nasionalis. Sementara Pancasila 22 Juni diasosiasikan dengan Pancasila-nya Golongan Islam dan Pancasila 18 Agustus dianggap identik dengan Pancasila milik Orde Baru. Perbedaan dan dikotomi ini seolah- olah menggambarkan pertentangan di antara versi-versi Pancasila di atas. Namun, ketika MPR Periode 2009–2014 melalui kesepakatan kolektif dari semua fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota mengeluarkan buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, perbedaan dan dikotomi tersebut dianggap selesai.
Hal ini bisa kita baca dalam bagian proses konseptualisasi lahirnya Pancasila di mana dalam buku tersebut dikatakan bahwa rumusan dokumen Pancasila yang pernah ada, baik yang terdapat pada pidato Ir. Soekarno (1 Juni 1945) maupun rumusan Panitia Sembilan yang tertuang pada Piagam Jakarta (22 Juni 1945) merupakan sejarah dalam proses penyusunan dasar negara. Rumusan tersebut seluruhnya autentik sampai akhirnya disepakati rumusan Pancasila sebagaimana terdapat pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan demikian, rangkaian dokumen sejarah Pancasila yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 hingga teks final 18 Agustus 1945 dapat dimaknai sebagai satu tarikan nafas ataupun kesatuan sejarah proses kelahiran Pancasila.
Rujukan
Lantas bagaimana tafsir kita terhadap nilai-nilai yang terkandung Pancasila agar
dapat mengimplementasikannya dengan baik? Banyak dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa Pancasila bersumber dari Pidato Bung Karno 1 Juni 1945. Pidato itu merupakan sesuatu yang resmi dari sudut pandang kenegaraan karena, pertama,Bung Karno adalah anggota resmi dan peserta sidang BPUPKI yaitu suatu badan yang dibentuk untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang diperlukan oleh negara Indonesia merdeka. BPUPKI merupakan cikal bakal lembaga MPR yang ada saat ini.
Kedua, Pidato Bung Karno disampaikan pada masa sidang pertama BPUKI 29 Mei -1 Juni 1945 yang agendanya dikhususkan untuk membicarakan perumusan dasar negara Indonesia Merdeka. Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 adalah untuk menjawab pertanyaan/permintaan Ketua Sidang BPUPKI, Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat di awal pembukaan sidang, tentang dasar negara Indonesia merdeka.
Ketiga, kalau merujuk pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro, Guru Besar UGM pada saat pidato pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Bung Karno, 19 September 1951 yang mengatakan bahwa pengakuan terhadap Pancasila 1 Juni 1945 bukan terletak pada bentuk formal yang urut-urutan sila-silanya berbeda dengan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, pengakuan tersebut justru terletak dalam asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar filsafat negara.
Dengan demikian, dalam menafsir dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam konteks kekinian, rujukan kita adalah Pidato Bung Karno 1 Juni 1945. Atas dasar pemikiran itu, Pemerintah melalui Presiden SBY hendaknya menutup masa jabatannya secara khusnul khotimah dengan meluruskan goresan tinta sejarah Pancasila dengan menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila dengan sebuah Kepres untuk melengkapi Kepres No.18 tahun 2008 yang menetapkan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar